ARTIKEL
Kementan Mendorong Pengembangan Kunyit Di Kabupaten Garut

Swadayaonline.com - Kunyit atau Curcuma domestica adalah salah jenis tanaman obat kelompok tanaman rimpang (Zingeberaceae). Tanaman ini berkhasiat dalam pengobatan antara lain untuk mengobati peradangan sendi (osteoarthritis), asam lambung, kanker, mengurangi kelebihan gas pada saluran pencernaan. Selain itu berkhasiat menghentikan pendarahan dan mencegah penggumpalan darah, mengurangi mual, mempelancar keluarnya ASI, meredakan diare, haid tidak lancar dan anti septik. Disamping kandungan kurkuminoid sebagai obat, rimpang kunyit banyak digunakan sebagai bumbu, pewarna dan pengawet pada masakan serta kosmetik. "Kunyit asal Garut ini disukai oleh pembeli karena ukuran umbinya besar dan warna dagingnya kuning cerah, sehingga kunyit dari daerah ini selalu ditunggu-tunggu oleh pedagang di pasar Kramatjati", jelas Sopandi, ketua kelompok tani Selaawi. Salah satu daerah sentra kunyit di Provinsi Jawa Barat yakni di Kabupaten Garut tepatnya di kecamatan Selaawi. Tersebar di tiga desa yaitu desa Selaawi, Mekarsari dan Cirapuhan. Dari analisa usaha tani, BEP produksi kunyit di Selaawi sebesar Rp 1.500 per kg dan harga jual di tingkat petani sebesar Rp 3.500 - 4.000 per kg. Margin berkisar Rp 2.000 - 2.500 per kg membuat petani sangat bergairah menanam kunyit. Sopandi menambahkan, "Produktivitas kunyit di Selaawi memang masih rendah yaitu sebesar 15 ton/ha. Potensi optimal produksi sebesar 30 to/ha, tentu masih jauh”. Hal tersebut dikarenakan petani belum sepenuhnya menerapkan budidaya dengan baik. Namun dengan melihat peluang permintaan kunyit yang semakin besar dan adanya permintaan untuk ekspor simplisia, maka petani akan berupaya menerapkan produktivitas kunyit dengan menerapkan budidaya yang baik. Didin, Kepala Seksi Sayuran dan Tanaman Obat Dinas Petanian Kabupaten Garut menuturkan, “Kondisi kecamatan Selaawi di ketinggian menengah membuat tanah berwarna merah dan gembur. Sementara ini tidak terdapat jaringan irigasi. Lahan hanya cocok ditanami jagung, singkong dan padi gogo yang hasilnya tidak seberapa”. Dirinya menjelaskan bahwa pada 1995 petani mulai mencoba menanam kunyit, baik monokultur maupun tumpangsari dengan jagung. Apabila dibandingkan dengan menanam jagung, singkong dan padi gogo pendapatan dari menanam kunyit lebih menjanjikan. Inilah faktor penarik sehingga pertanaman kunyit terus berkembang sehingga saat ini mencapai luas 300 ha/tahun. Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Dr. Prihasto Setyanto MSc menjelaskan bahwa pertumbuhan produksi kunyit periode 2013 - 2017 sebesar *2%* secara berturut-turut sebesar 120.726 ton, 112.088 ton, 113.101 ton, 107.770 ton dan 128.339 ton. Produksi kunyit juga di ekspor ke India dan Timur Tengah, dengan angka pertumbuhan rata-rata 20%. Volume ekspor berturut-turut sebesar 1.947 ton, 3.808 ton, 8.670 ton, 7.464 ton dan 7.795 ton. “Saya sangat mendukung pengembangan tanaman obat, karena dibutuhkan sebagai bahan baku untuk jamu dan fitofarmaka oleh pelaku usaha jamu dan industri obat. Apalagi saat ini pemanfaatan obat tradisonal untuk peningkatan kesehatan masyarakat sedang digalakan oleh Pemerintah”, jelas Prihasto. Dia mencontohkan ada kegiatan Faslitasi Pusat Pengolahan dan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) di daerah-daerah oleh Kementerian Kesehatan. Di samping itu juga diterbitkan Inpres No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Tindak lanjut Inpres akan dikembangkan obat tradisonal (fitofarmaka) yang setara dengan obat konvesional yang dapat diresepkan oleh dokter. Jenis fitofarmaka yang akan dikembangkan salah satunya menggunakan bahan baku dari kunyit sebagai obat adjuvant kanker. Dalam pengembangan tanaman obat ini Ditjen Hortikultura akan bersinergi dengan *beberapa instansi terkait yaitu Dinas Pertanian Propinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Penelitian (Balitrro, Puslitbanghorti, LIPI, BPP), Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, BPOM, Perguruan Tinggi, GP Jamu* . Dukungan Kementerian Pertanian sebagai penyedia bahan baku pada TA. 2019, mengalokasikan pengembangan tanaman obat (jahe kunyit, *temulawak* , kapulaga, lidah buaya dan buah merah) seluas 400 ha di daerah sentra dan kawasan perbatasan. Untuk kunyit sendiri dialokasikan di kabupaten Bodowoso dan Garut. 

Selanjutnya
Kunyit Garut Makin Diarahkan untuk Ekspor

Melihat peluang permintaan kunyit yang semakin besar dan adanya permintaan untuk ekspor simplisia, maka petani akan berupaya menerapkan produktivitas kunyit dengan menerapkan budidaya yang baik. "Kunyit asal Garut ini disukai oleh pembeli karena ukuran umbinya besar dan warna dagingnya kuning cerah, sehingga kunyit dari daerah ini selalu ditunggu-tunggu oleh pedagang di pasar Kramatjati," tutur ketua Kelompok Tani Selaawi, Sopandi. Untuk diketahui, sentra kunyit di Garut sendiri tersebar di tiga desa yaitu desa Selaawi, Mekarsari dan Cirapuhan. Dari analisa usaha tani, BEP produksi kunyit di Selaawi sebesar Rp 1.500 per kg dan harga jual di tingkat petani sebesar Rp 3.500 - 4.000 per kg. Margin berkisar Rp 2.000 - 2.500 per kg membuat petani sangat bergairah menanam kunyit.  Sopandi menambahkan produktivitas kunyit di Selaawi memang masih rendah yaitu sebesar 15 ton/ha. "Potensi optimal produksi sebesar 30 to/ha, tentu masih jauh," tambahnya. Hal tersebut dikarenakan petani belum sepenuhnya menerapkan budidaya dengan baik. Namun dengan melihat peluang permintaan kunyit yang semakin besar dan adanya permintaan untuk ekspor simplisia, maka petani akan berupaya menerapkan produktivitas kunyit dengan menerapkan budidaya yang baik.  Kepala Seksi Sayuran dan Tanaman Obat Dinas Petanian Kabupaten Garut, Didin menuturkan Kondisi kecamatan Selaawi di ketinggian menengah membuat tanah berwarna merah dan gembur. "Disana tidak terdapat jaringan irigasi. Lahan hanya cocok ditanami jagung, singkong dan padi gogo yang hasilnya tidak seberapa," tuturnya. Pada 1995 petani mulai mencoba menanam kunyit, baik monokultur maupun tumpangsari dengan jagung. Apabila dibandingkan dengan menanam jagung singkong dan padi gogo, pendapatan dari menanam kunyit lebih menjanjikan. Inilah faktor penarik sehingga pertanaman kunyit terus berkembang sehingga saat ini mencapai luas 300 ha/tahun.   Dorong Ekspor Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Prihasto Setyanto menjelaskan bahwa pertumbuhan produksi kunyit periode 2013 - 2017 sebesar 2 persen per tahunnya yaitu 120.726 ton (2013), 112.088 ton (2014), 113.101 ton (2015), 107.770 ton (2016) dan 128.339 ton (2017). Produksi kunyit juga di ekspor ke India dan Timur Tengah, dengan angka pertumbuhan rata-rata 20 persen. Volume ekspor berturut-turut sebesar 1.947 ton, 3.808 ton, 8.670 ton, 7.464 ton dan 7.795 ton.“Saya sangat mendukung pengembangan tanaman obat, karena dibutuhkan sebagai bahan baku untuk jamu dan fitofarmaka oleh pelaku usaha jamu dan industri obat. Apalagi saat ini pemanfaatan obat tradisonal untuk peningkatan kesehatan masyarakat sedang digalakan oleh Pemerintah," jelas Prihasto. Dia mencontohkan ada kegiatan Faslitasi Pusat Pengolahan dan Pasca Panen Tanaman Obat (P4TO) di daerah-daerah oleh Kementerian Kesehatan. Di samping itu juga diterbitkan Inpres No. 6 tahun 2016 tentang Percepatan Pengembangan Industri Farmasi dan Alat Kesehatan. Tindak lanjut Inpres akan dikembangkan obat tradisonal (fitofarmaka) yang setara dengan obat konvesional yang dapat diresepkan oleh dokter. Jenis fitofarmaka yang akan dikembangkan salah satunya menggunakan bahan baku dari kunyit sebagai obat adjuvant kanker.Dalam pengembangan tanaman obat ini Ditjen Hortikultura akan bersinergi dengan beberapa instansi terkait yaitu Dinas Pertanian Propinsi/Kabupaten/Kota, Lembaga Penelitian (Balitrro, Puslitbanghorti, LIPI, BPP), Kementerian Kesehatan, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, BPOM, Perguruan Tinggi, GP Jamu.Dukungan Kementerian Pertanian sebagai penyedia bahan baku pada TA. 2019, mengalokasikan pengembangan tanaman obat (jahe kunyit, temulawak , kapulaga, lidah buaya dan buah merah) seluas 400 ha di daerah sentra dan kawasan perbatasan. Untuk kunyit sendiri dialokasikan di kabupaten Bodowoso dan Garut.

Selanjutnya
Produksi Kapulaga Ditargetkan Ekspor

Garut --- Indonesia punya berbagai jenis tanaman yang secara turun temurun digunakan sebagai obat, salah satunya adalah kapulaga. Karenanya, produksi kapulaga akan terus digenjot untuk diperbanyak bahkan ditargetkan ekspor.Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan pengembangan budidaya kapulaga bahkan dikenal sebagai salah satu sentranya. Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Deni Herdiana mengatakan kondisi agroklimat dan lahan di kabupaten ini berpotensi untuk pengembangan tanaman kapulaga.TABLOIDSINARTANI.COM, Garut --- Indonesia punya berbagai jenis tanaman yang secara turun temurun digunakan sebagai obat, salah satunya adalah kapulaga. Karenanya, produksi kapulaga akan terus digenjot untuk diperbanyak bahkan ditargetkan ekspor.Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan pengembangan budidaya kapulaga bahkan dikenal sebagai salah satu sentranya. Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Deni Herdiana mengatakan kondisi agroklimat dan lahan di kabupaten ini berpotensi untuk pengembangan tanaman kapulaga.“Kabupaten Garut sangat potensi untuk pengembangan tanaman kapulaga. Agroklimat dan kondisi lahan di kabupaten Garut sangat cocok untuk budidaya kapulaga. Minat petani terus bertambah untuk menanam. Luas tanam kapulaga tahun 2016 hanya 769 hektar, meningkat pada 2017 menjadi 1.295 hektar," beber Deni. Uden dan Saroh, sepasang suami istri petani di Desa Mekarsari, sangat bersemangat bertanam kapulaga karena budidayanya tidak sulit dan tidak memerlukan modal besar. Saat ini harga kapulaga kering dihargai lumayan tinggi yaitu Rp 83 ribu/kg. Harga pada umumnya sekitar Rp 40 sampai 60 ribu/kg. Menurut Saroh, petani di Garut biasa menanam kapulaga di bawah tegakan tanaman tahunan seperti albasia atau pisang.Lahan seluas 200 tumbak atau 3ribu meter persegi dalam sekali panen dapat menghasilkan 50 - 75 kg kapulaga kering dan mampu dipanen tiga kali dalam setahun.“Jika rajin memberi pupuk urea dan ZA serta lahan bersih dari gulma maka tanaman kapulaga akan rajin berbuah. Ini bisa dipanen setahun 3 kali yaitu pada September, Januari dan Mei,” ungkap Saroh.Sementara itu, salah satu pedagang pengempul besar rempah di Garut, Ilan mengakui senang terhadap perkembangan kapulaga di Kota Garut karena selain cepat, kapulaga sangat menguntungkan dan mudah untuk dijual.Pada musim panen gudangnya dapat menyerap kapulaga sekitar 1 ton/hari.“Selain ke para pengepul, Kapulaga ini langsung diserap oleh industri jamu dan obat di dalam negeri maupun ekspor ke beberapa negara seperti, Timur Tengah, Mesir dan India,” ungkapnya.Ditarget EksporTak salah memang jika menjadikan kapulaga sebagai potensi tanaman obat yang bisa ditingkatkan. Sebab, kapulaga diketahui mempunyai kandungan zat aktif dan minyak atsiri dan memiliki sifat afrodisiak.Manfaat kapulaga antara lain melancarkan sirkulasi darah, anti oksidan, menurunkan kolesterol, mencegah kanker dan sariawan.Kapulaga juga membantu mengurangi resiko sakit pencernaan,obat impotensi serta antidepresan dan aromaterapi.Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto mengatakan Kementan mendukung penuh pengembangan kapulaga, sehingga tidak hanya memacu produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga ditargetkan agar dapat diekspor.Hal ini penting karena berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani dan penambahan devisa. “Produksi kapulaga di dalam negeri tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, namun juga untuk memenuhi permintaan ekspor dari negara-negara Timur Tengah, Mesir dan India,” jelas Prihasto.Tercatat, produksi kapulaga terus meningkat rata-rata sebesar 15,05 persen.Di tahun 2012 hingga 2017, produksi Kapulaga berturut-turut naik mulai dari 42.973 ton, 54.171 ton, 72.851 ton, 93.121 ton, 86.144 ton dan 90.787 ton.Dengan volume ekspor di tahun 2012 hingga 2015 sebesar 7.961 ton, 6.697 ton, 7.737 ton dan 6.245 ton.“Kapulaga termasuk suku jahe-jahean atau zingiberaceae. Tanaman obat ini cukup mudah dalam pemeliharaannya namun tetap membutuhkan budidaya yang baik dan benar supaya dapat memperoleh hasil yang maksimal,” tambahnya.

Selanjutnya
Kementan Pacu Produksi Kapulaga Sebagai Tanaman Obat

MONITOR, Jakarta – Indonesia dikenal sebagai negara tropis yang memiliki berbagai jenis tanaman yang secara turun temurun digunakan sebagai obat. Salah satu tanaman obat yang banyak ditanam adalah kapulaga (Amomum cardamomum). Kapulaga diketahui mempunyai kandungan zat aktif dan minyak atsiri dan memiliki sifat afrodisiak. Manfaat kapulaga antara lain melancarkan sirkulasi darah, anti oksidan, menurunkan kolesterol, mencegah kanker dan sariawan. Kapulaga juga membantu mengurangi resiko sakit pencernaan,obat impotensi serta antidepresan dan aromaterapi. Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan pengembangan budidaya kapulaga. Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Deni Herdiana mengatakan kondisi agroklimat dan lahan di kabupaten ini berpotensi untuk pengembangan tanaman kapulaga. Kabupaten Garut dikenal sebagai salah satu sentra Kapulaga. “Kabupaten Garut sangat potensi untuk pengembangan tanaman kapulaga. Agroklimat dan kondisi lahan di kabupaten Garut sangat cocok untuk budidaya kapulaga. Minat petani terus bertambah untuk menanam. Luas tanam kapulaga tahun 2016 hanya 769 hektar, meningkat pada 2017 menjadi 1.295 hektar”, jelas Deni di Garut, Kamis (11/10). Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto mengatakan Kementan mendukung penuh pengembangan kapulaga, sehingga tidak hanya memacu produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga ditargetkan agar dapat diekspor. Hal ini penting karena berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani dan penambahan devisa. “Produksi kapulaga di dalam negeri tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, namun juga untuk memenuhi permintaan ekspor dari negara-negara Timur Tengah, Mesir dan India,” jelas Prihasto. Tercatat, produksi kapulaga terus meningkat rata-rata sebesar 15,05%. Di tahun 2012 hingga 2017, produksi Kapulaga berturut-turut naik mulai dari 42.973 ton, 54.171 ton, 72.851 ton, 93.121 ton, 86.144 ton dan 90.787 ton. Dengan volume ekspor di tahun 2012 hingga 2015 sebesar 7.961 ton, 6.697 ton, 7.737 ton dan 6.245 ton. “Kapulaga termasuk suku jahe-jahean atau zingiberaceae. Tanaman obat ini cukup mudah dalam pemeliharaannya namun tetap membutuhkan budidaya yang baik dan benar supaya dapat memperoleh hasil yang maksimal,” tambahnya. Uden dan Saroh, sepasang suami istri petani di Desa Mekarsari, sangat bersemangat bertanam kapulaga karena budidayanya tidak sulit dan tidak memerlukan modal besar. Saat ini harga kapulaga kering dihargai lumayan tinggi yaitu Rp 83 ribu/kg. Harga pada umumnya sekitar Rp 40 sampai 60 ribu/kg. Menurut Saroh, petani di Garut biasa menanam kapulaga di bawah tegakan tanaman tahunan seperti albasia atau pisang. Lahan seluas 200 tumbak atau 3000 m2 dalam sekali panen dapat menghasilkan 50 – 75 kg kapulaga kering dan mampu dipanen tiga kali dalam setahun. “Di Garut biasa menanam kapulaga dibawah tegakan tanaman tahunan seperti albasia atau pisang. Jika rajin memberi pupuk urea dan ZA serta lahan bersih dari gulma maka tanaman kapulaga akan rajin berbuah. Lahan yang ditanami sekitar 200 tumbak atau 3000 m2 sekali panen dapat menghasilkan 50 sampai 75 kg kapulaga kering. Ini bisa dipanen setahun 3 kali yaitu pada September, Januari dan Mei”, ungkap Saroh. Sementara itu, Ilan, salah satu pedagang pengempul besar rempah di Garut mengakui senang terhadap perkembangan kapulaga di Kota Garut karena selain cepat, kapulaga sangat menguntungkan dan mudah untuk dijual. Pada musim panen gudangnya dapat menyerap kapulaga sekitar 1 ton/hari. “Selain ke para pengepul, Kapulaga ini langsung diserap oleh industri jamu dan obat di dalam negeri maupun ekspor ke beberapa negara seperti, Timur Tengah, Mesir dan India,” ungkapnya.

Selanjutnya
Petani Cianjur Optimalkan Lahan - Tumpang Sari Jahe-Cabe dan Jagung Manis

Pada tahun 2019 ini, Direktorat Jenderal Hortikultura melalui Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat memberikan bantuan kegiatan Pengembangan Kawasan kepada petani tanaman obat, salah satunya yaitu komoditas jahe di beberapa sentra utama, diantaranya di Kabupaten Cianjur. “Untuk jahe bisa memilih jenis jahe yang akan ditanam yaitu jenis jahe gajah, jahe merah dan jahe emprit” ujar Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Dr. Ir. Moh. Ismail Wahab, M.Si, pada kunjungan lapang ke petani jahe di Desa Kutawaringin, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Selain itu Pak Direktur juga menyampaikan, “Sejalan dengan salah satu kebijakan dalam kegiatan lingkup Direktorat Sayuran dan Tanaman Obat, yang merekomendasikan kepada petani untuk mengembangkan sistem tumpang sari untuk mengantisipasi terjadinya kerugian yang mungkin dapat timbul apabila menanam satu jenis tanaman saja.

Selanjutnya
Bandung Barat Siap Mengembangkan Tanaman Obat Skala Nasional

Swadayaonline.com - Bandung Barat merupakan salah satu daerah potensial untuk pengembangan hortikultura khususnya sayuran. Kabupaten ini kaya dengan bawang merah, cabai, tomat, buncis, kacang panjang. Tanaman obat juga berpotensi besar, hanya saja memerlukan perhatian khusus. "Potensi lahan yang kami miliki untuk budidaya tanaman obat berada di lima kecamatan seperti Cipongkoh 20 hektare, Gunung Haru 100 hektare, Sindang Jerta 100 hektare, Cililin 200 hektare dan Rongga Jerta 60 hektare," ujar Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan Bandung Barat Ida Nurhamida.

Selanjutnya
PENGOLAHAN KAPULAGA

Kapulaga (Amomum cardamomum) selama ini dikenal sebagai rempah untuk masakan dan juga lebih banyak digunakan untuk campuran jamu. Di beberapa daerah kapulaga dikenal dengan nama kapol, palago, karkolaka, dan lain-lain. Nama asing kapulaga adalah pai thou kou (bahasa Tionghoa). Orang Yunani menyebut buah itu cardamomom yang kemudian dilatinkan oleh orang Romawi menjadi cardamomum. Dalam bahasa Inggris disebut cardamom. Dalam bahasa Thai disebut krava, elaichi dalam bahasa Hindi, dan elakkaai dalam bahasa Tamil.

Selanjutnya
Fungsi Kapulaga dalam Masakan, Penguat Rasa dan Aroma

Jika memasak adalah hobimu akhir-akhir ini, kemungkinan besar sahabat Fimela akan menemukan bumbu masakan bernama kapulaga dalam sebuah resep. Umumnya, kapulaga menjadi bumbu masakan gulai atau kari. Namun apa sebenarnya fungsi utama kapulaga dalam masakan? Kapulaga berperan memberi aroma harum, menghilangkan bau tak sedap dan kuat pada makanan, terutama yang berbahan amis atau cenderung menimbulkan bau seperti pada daging sapi dan kambing. Kapulaga diperkirakan diperkenalkan dan diperdagangkan di Indonesia sekitar tahun 1986, seperti dilansir dari Detik.

Selanjutnya
Jamu Kunyit Asem (Pelancar Haid)

Bahan-bahan 100 gram kunyit 1 centong kecil gula pasir 150 gram gula merah 1500 ml Air secukupnya Asam

Selanjutnya
8 Olahan dari Jahe

Olahan jahe memang sudah bermacam-macam saat ini mengingat dari sekian jenis jahe masing-masing memiliki manfaat khasnya tersendiri, dan kali ini saya akan berbagi olahan-olahan tersebut setidaknya hanya ini yang dapat saya kumpulkan, semoga bermanfaat ^_^   1. Jahe Kering Bentuk bubuk jahe kering sangat populer di Eropa dan Amerika Serikat sebagai penyedap untuk sajian salad, permen panggang, sup, kari, daging, dan makanan penutup, seperti roti jahe dan kue kering jahe. Jahe kering memang cocok digunakan sebagai penyedap makanan, tetapi jenis ini tidak bisa menggantikan penggunaan jahe segar dalam sebuah resep. Jahe kering dapat disimpan pada suhu ruangan yang jauh dari cahaya dan panas. Dengan cara ini, daya tahan mencapai 6-7 bulan sebelum rasa dan aromanya mulai berkurang. Jahe kering yang masih bagus ditandai dengan aromanya yang pedas.  

Selanjutnya