MONITOR, Jakarta – Indonesia dikenal sebagai negara tropis yang memiliki berbagai jenis tanaman yang secara turun temurun digunakan sebagai obat. Salah satu tanaman obat yang banyak ditanam adalah kapulaga (Amomum cardamomum). Kapulaga diketahui mempunyai kandungan zat aktif dan minyak atsiri dan memiliki sifat afrodisiak. Manfaat kapulaga antara lain melancarkan sirkulasi darah, anti oksidan, menurunkan kolesterol, mencegah kanker dan sariawan. Kapulaga juga membantu mengurangi resiko sakit pencernaan,obat impotensi serta antidepresan dan aromaterapi.
Kabupaten Garut merupakan salah satu daerah yang memiliki lahan pengembangan budidaya kapulaga. Kepala Bidang Hortikultura, Dinas Pertanian Kabupaten Garut, Deni Herdiana mengatakan kondisi agroklimat dan lahan di kabupaten ini berpotensi untuk pengembangan tanaman kapulaga. Kabupaten Garut dikenal sebagai salah satu sentra Kapulaga.
“Kabupaten Garut sangat potensi untuk pengembangan tanaman kapulaga. Agroklimat dan kondisi lahan di kabupaten Garut sangat cocok untuk budidaya kapulaga. Minat petani terus bertambah untuk menanam. Luas tanam kapulaga tahun 2016 hanya 769 hektar, meningkat pada 2017 menjadi 1.295 hektar”, jelas Deni di Garut, Kamis (11/10).
Direktur Sayuran dan Tanaman Obat, Direktorat Jenderal Hortikultura, Kementerian Pertanian (Kementan), Prihasto Setyanto mengatakan Kementan mendukung penuh pengembangan kapulaga, sehingga tidak hanya memacu produksi untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, tetapi juga ditargetkan agar dapat diekspor. Hal ini penting karena berdampak pada peningkatan kesejahteraan petani dan penambahan devisa.
“Produksi kapulaga di dalam negeri tidak hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri, namun juga untuk memenuhi permintaan ekspor dari negara-negara Timur Tengah, Mesir dan India,” jelas Prihasto.
Tercatat, produksi kapulaga terus meningkat rata-rata sebesar 15,05%. Di tahun 2012 hingga 2017, produksi Kapulaga berturut-turut naik mulai dari 42.973 ton, 54.171 ton, 72.851 ton, 93.121 ton, 86.144 ton dan 90.787 ton. Dengan volume ekspor di tahun 2012 hingga 2015 sebesar 7.961 ton, 6.697 ton, 7.737 ton dan 6.245 ton.
“Kapulaga termasuk suku jahe-jahean atau zingiberaceae. Tanaman obat ini cukup mudah dalam pemeliharaannya namun tetap membutuhkan budidaya yang baik dan benar supaya dapat memperoleh hasil yang maksimal,” tambahnya.
Uden dan Saroh, sepasang suami istri petani di Desa Mekarsari, sangat bersemangat bertanam kapulaga karena budidayanya tidak sulit dan tidak memerlukan modal besar. Saat ini harga kapulaga kering dihargai lumayan tinggi yaitu Rp 83 ribu/kg. Harga pada umumnya sekitar Rp 40 sampai 60 ribu/kg.
Menurut Saroh, petani di Garut biasa menanam kapulaga di bawah tegakan tanaman tahunan seperti albasia atau pisang. Lahan seluas 200 tumbak atau 3000 m2 dalam sekali panen dapat menghasilkan 50 – 75 kg kapulaga kering dan mampu dipanen tiga kali dalam setahun.
“Di Garut biasa menanam kapulaga dibawah tegakan tanaman tahunan seperti albasia atau pisang. Jika rajin memberi pupuk urea dan ZA serta lahan bersih dari gulma maka tanaman kapulaga akan rajin berbuah. Lahan yang ditanami sekitar 200 tumbak atau 3000 m2 sekali panen dapat menghasilkan 50 sampai 75 kg kapulaga kering. Ini bisa dipanen setahun 3 kali yaitu pada September, Januari dan Mei”, ungkap Saroh.
Sementara itu, Ilan, salah satu pedagang pengempul besar rempah di Garut mengakui senang terhadap perkembangan kapulaga di Kota Garut karena selain cepat, kapulaga sangat menguntungkan dan mudah untuk dijual. Pada musim panen gudangnya dapat menyerap kapulaga sekitar 1 ton/hari.
“Selain ke para pengepul, Kapulaga ini langsung diserap oleh industri jamu dan obat di dalam negeri maupun ekspor ke beberapa negara seperti, Timur Tengah, Mesir dan India,” ungkapnya.